Hukum Kontrak

Pengertian

Pasal 1331 KUHPerdata:
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.”

Menurut Subekti, kontrak atau perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
Ada juga yang memberikan pengertian kepada kontrak sebagai suatu perjanjian atau serangkaian perjanjian di mana hukum memberikan ganti rugi terhadap wanprestasi dari kontrak tersebut, dan oleh hukum, pelaksanaan dari kontrak tersebut dianggap merupakan suatu tugas yang harus dilaksanakan. Menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa pengertian perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih

Arti Penting Suatu Kontrak

1.    Untuk mengetahui perikatan apa yang dilakukan dan kapan serta dimana kontrak tersebut dilakukan,
2.    Untuk mengetahui secara jelas siapa yang selain mengikatkan dirinya dalam kontrak tersebut,
3.    untuk mengetahui hak dan kewajiban para pihak, apa yang harus, apa  yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan,
4.    Untuk mengetahui syarat 2x berlakunya kontrak tersebut,
5.    Untuk mengetahui cara-cara yang dipilih untuk menyelesaikan perselisihan dan pilihan domisili hukum bila terjadi perselisihan antara para pihak,
6.    Untuk mengetahu kapan berakhirnya kontrak, atau hal-hal apa saja yang mengakibatkan berakhirnya kontrak tersebut,
7.    Sebagai alat untuk memantau bagi para pihak, apakah pihak lawan masing-masing telah memenuhi prestasinya atau belum, atau bahkan telah melakukan wanprestasi,
8.    Sebagai alat bukti bagi para pihak apabila terjadi perselisihan dikemudian hari

Asas-Asas dalam Perjanjian Kontak

Dalam ilmu hukum dikenal beberapa asas hukum terhadap suatu kontrak yaitu sebagai berikut:

a. Asas kontrak sebagai hukum yang mengatur
Hukum mengatur adalah peraturan-peraturan hukum yang berlaku bagi subjek hukum, misalnya para pihak dalam suatu kontrak. Akan tetapi ketentuan hukum seperti ini tidak mutlak berlakunya karena jika para pihak mengatur sebaliknya, maka yang berlaku adalah apa yang diatur oleh para pihak tersebut. Jadi peraturan yang bersifat hukum mengatur dapat disimpangi oleh para pihak. Pada prinsipnya hukum kontrak termasuk kedalam kategori hukum mengatur, yakni sebagian besar (meskipun tidak seluruhnya) dari hukum kontrak tersebut dapat disimpangi oleh para pihak dengan mengaturnya sendiri. Oleh karena itu hukum kontrak ini disebut sebagai hukum yang mempunyai sistem terbuka (open system). Sebagai lawan dari hukum mengatur, adalah apa yang disebut dengan “hukum memaksa”. Dalam hal ini yang dimaksud oleh hukum memaksa adalah aturan hukum yang berlaku secara memaksa atau mutlak, dalam arti tidak dapat disimpangi oleh para pihak yang terlibat dalam suatu perbuatan hukum termasuk oleh para pihak dalam suatu kontrak.

b. Asas kebebasan berkontrak
Asas kebebasan berkontrak ini merupakan konsekuensi dari berlakunya asas kontrak sebagai hukum mengatur. Dalam hal ini yang dimaksud dengan asas kebebasan berkontrak adalah suatu asas yang mengajarkan bahwa para pihak dalam suatu kontrak pada pada prinsipnya bebas untuk membuat atau tidak membuat kontrak, demikian juga kebebasannya untuk mengatur sendiri isi kontrak tersebut. Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh rambu-rambu hukum sebagai berikut:
1.    Harus memenuhi syarat sebagai suatu kontrak
2.    Tidak dilarang oleh undang-undang
3.    Tidak bertentangan dengan kebiasaan yang berlaku
4.    Harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

c. Asas Pacta Sunt Servanda
Istilah “Pacta Sunt Servanda” berarti “janji itu mengikat”. Yang dimaksudkan adalah bahwa suatu kontrak yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pihak tersebut secara penuh sesuai isi kontrak tersebut. Istilah terkenalnya adalah “my word is my bonds” atau sesuai dengan tampilan bahasa Indonesia “jika sapi dipegang talinya, jika manusia dipegang mulutnya”. Mengikatnya secara penuh atas kontrak yang dibuat oleh para pihak tersebut oleh hukum kekuatannya dianggap sama saja dengan kekuatan mengikat mengikat dari suatu undang-undang. Karena itu, apabila suatu pihak dalam kontrak tidak menuruti kontrak yang telah dibuatnya, oleh hukum disediakan ganti rugi atau bahkan pelaksanaan kontrak secara paksa.

d. Asas konsensual
Yang dimaksud dengan asas konsensual dari suatu kontrak adalah bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka dia telah sah dan mengikat secara penuh, bahkan pada prinsipnya persyaratan tertulis pun tidak disyaratkan oleh hukum kecuali untuk beberapa jenis kontrak tertentu, yang memang dipersyaratkan secara tertulis. Syarat tertulis tersebut misalnya dipersyaratkan untuk jenis kontrak berikut ini :
1.    Kontrak perdamaian
2.    Kontrak pertanggungan
3.    Kontrak penghibahan
4.    Kontrak jual beli tanah

e.    Asas obligatoir
Asas obligatoir adalah suatu asas yang menentukan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatannya itu hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata. Sedangkan prestasi belum dapat dipaksakan karena kontrak kebendaan belum terjadi. Jadi jika terhadap kontrak jual beli misalnya, maka dengan kontrak saja hak milik belum berpindah, jadi baru terjadi kontrak obligatoir saja. Hak milik baru berpindah setelah adanya kontrak kebendaan tersebut atau yang sering disebut juga dengan serah terima (levering). Hukum kontrak Indonesia memberlakukan asas obligatoir ini karena hukum kontrak Indonesia berdasarkan pada Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Walau pun hukum adat tentang kontrak tidak mengakui asas obligatoir karena hukum adat memberlakukan asas kontrak riil.
Artinya suatu kontrak haruslah dibuat secara riil, dalam hal ini harus dibuat secara “terang” dan “tunai”. Dalam hal ini kontrak haruslah dilakukan di depan pejabat tertentu, misal di depan penghulu adat atau ketua adat yang sekaligus juga dilakukan leveringnya. Jika hanya sekedar janji-janji saja, dalam hukum adat kontrak seperti dalam sistem obligatoir dalah hukum adat kontrak seperti itu tidak punya kekuatan sama sekali.


Bentuk Perjanjian/Kontrak

Perjanjian/kontrak memiliki dua bentuk yaitu bentuk tertulis dan dan tidak tertulis (lisan) Baik berbentuk tertulis maupun tudak tertulis mengikat, asal memenuhi syarat yang diatur Pasal 1320 Kitab Undang Undang Hukum Perdata tentang syarat sah perjanjian. Perjanjian tidak tertulis/lisan dalam praktek kurang disukai karena perjanjian lisan sulit dalam pembuktiannya kalau terjadi sengketa.
Sedang perjanjian berbentuk tertulis yang berupa akta otentik dan akta dibawah tangan merupakan alat bukti yang mudah dalam pembuktianya.

Wanprestasi dan Akibat-Akibatnya

Prestasi adalah pelaksanaan dari isi kontrak yang telah diperjanjikan dan disepakati bersama. Menurut hukum Indonesia, bentuk prestasi adalah sebagai berikut:
1.    Memberikan sesuatau
2.    Berbuat sesuatau
3.    Tidak berbuat sesuatau

Sedangkan wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya seperti yang telah disanggupi kedua belah pihak. Dengan kata lain terjadi cidera janji.
Menurut Subekti wanprestasi dibagi dalam empat bentuk yaitu:
1.    Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan
2.    Melaksanakan apa yang dijanjikan, tapi tidak sebagaimana yang dijanjikan
3.    Melakukan apa yang dijanjikan, tapi terlambat
4.    Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan

Akibat atau konsekuensi logis tindakan wanprestasi yaitu adanya tuntutan ganti rugi material dan immaterial dari pihak yang dirugikan. Praktek dari aplikasi ganti rugi akaibat adanya wanprestasi dari suatu kontrak dilaksanakan dalam berbagai kemungkinan, di mana yang dimintakan oleh pihak yang dirugikan adalah hal-hal sebagai berikut:
a.    Ganti rugi saja
b.    Pelaksanaan kontrak tanpa ganti rugi
c.    Pelaksanaan kontrak dengan ganti rugi
d.    Pembatalan kontrak tanpa ganti rugi
e.    Pembatalan kontrak dengan ganti rugi (Munir Fuady, 2005:21).


Penyusunan Perjanjian/Kontrak

Dalam penyusunan suatu perjanjian/kontrak ada tahapan-tahapan tertentu yang harus dilaksanakan agar tercipta suatu kontrak yang baik. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Prakontrak
1.    Negosiasi
2.    Memorandum of Understanding (MoU)
3.    Studi Kelayakan
4.    Negosiasi (lanjutan)

b. Kontrak
1.    Penulisan naskah awal
2.    Perbaikan naskah
3.    Penulisan naskah akhir
4.    Penandatanganan

c. Pascakontrak
1.    Pelaksanaan
2.    Penafsiran
3.    Penyelesaian sengketa

Hapusnya Perjanjian/Kontrak

Menurut Pasal 1381 Kitab Undang Undang Hukum Perdata, perjanjian/kontrak dapat hapus dengan cara :
a.    Karena pembayaran
b.    Karena penawaran pembayaran tunai, diikutidengan penyimpanan atau penitipan
c.    karena pembaharuan utang
d.    karena perjumpaan utang atau kompensasi
e.    karena percampuran utang
f.    karena pembebasan utang
g.    karena musnahnya barang yang terutang
h.    karena kebatalan atau pembatalan

Penyusunan Kontrak Bisnis

Perumusan pokok-pokok kontrak :
  • Pertama, rumusan tentang pokok-pokok kontrak itu menentukan keruntutan (kesinambungan logis) dari ketentuan-ketentuan pelaksanaan dari suatu kontrak.
  • Kedua, keruntutan itu menentukan, apakah hubungan timbal balik dari berbagai hak dan kewajiban yang akan berlaku bagi para pihak ditetapkan secara adil dan masuk akal.
  • Keruntutan ini perlu diperhatikan, karena kadang-kadang dapat terjadi bahwa suatu pihak memang hendak mempecundangi pihak lain jauh hari sebelum mereka benar-benar saling mengikatkan diri.

Elemen-Elemen Penunjang Kontrak 

  • Hukum yang dipilih oleh para pihak.
  • Forum yang dipilih.
  • Bahasa resmi yang digunakan untuk penafsiran kontrak.
  • Pemberitahuan atau komunikasi.

Blogger news

Blogroll

About